Dalam menghadapi keterbatasan produksi garam lokal, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) mencatat bahwa industri makanan dan minuman (mamin) memerlukan sekitar 600.000 ton garam impor menjelang Ramadan.
Ketua Umum Gapmmi, Adhi S. Lukman, menyampaikan bahwa kebutuhan garam untuk industri mamin sekitar 500.000 ton berasal dari impor, sementara sisanya dipenuhi oleh produksi dalam negeri yang mencapai sekitar 400.000 ton.
Adhi menjelaskan bahwa keterbatasan produksi garam lokal mengharuskan industri mamin untuk mengandalkan impor guna memenuhi kebutuhan bahan baku. Produksi dalam negeri baru mencapai 450.000 ton, sehingga terdapat kekurangan yang harus diatasi melalui impor.
Gapmmi sedang dalam tahap pembahasan persetujuan impor (PI) garam dengan Kementerian Perdagangan untuk memastikan kelancaran impor garam menjelang Ramadan. Adhi menekankan bahwa kebutuhan garam akan meningkat seiring dengan mendekatnya bulan puasa, dan proses persetujuan impor sedang berlangsung.
Pada tahun 2023, industri mamin mengalami pertumbuhan sebesar 4,6%, yang sedikit di bawah target 5%. Adhi mencatat bahwa faktor-faktor seperti kenaikan harga bahan baku dan keterlambatan pesanan akibat ketidakpastian global berkontribusi pada pertumbuhan yang sedikit di bawah target.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga mencatat bahwa produksi garam lokal belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan industri. Plt Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin, Ignatius Warsito, menyatakan bahwa impor garam menjadi instrumen penting untuk menjamin ketersediaan garam dalam negeri. Kebutuhan garam nasional pada tahun 2023 diperkirakan mencapai sekitar 4,9 juta ton, dengan sektor industri manufaktur menyumbang sebagian besar sebesar 90,9%.