Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan komitmennya dalam mempercepat pembangunan ekosistem industri bambu terintegrasi di Indonesia, sebagai bagian dari strategi industrialisasi berbasis sumber daya lokal dan berkelanjutan.
Hal ini disampaikan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita saat melakukan kunjungan kerja ke Kabuyutan Bambu Muara Beres, Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Dalam kesempatan tersebut, Menperin menekankan bahwa industri bambu memiliki potensi besar untuk dikembangkan, tidak hanya dari sisi ekonomi, tetapi juga nilai filosofis dan keberlanjutan lingkungan.
“Bambu tumbuh di hampir seluruh wilayah Indonesia. Namun, tetap dibutuhkan teknik budidaya yang baik dan pemilihan jenis yang tepat agar dapat menghasilkan bahan baku berkualitas tinggi,” kata Agus.
Menurutnya, bambu memiliki daya saing yang kuat untuk dijadikan material industri di sektor furnitur, kerajinan, konstruksi, hingga bioindustri. Kemenperin pun telah merancang sejumlah program strategis untuk mendukung ekosistem industri bambu nasional.
Beberapa langkah yang telah dilakukan antara lain fasilitasi desain produk, penyediaan peralatan produksi bagi pelaku industri kecil dan menengah (IKM), serta pelatihan SDM melalui program Bamboo Academy.
“Bamboo Academy menjadi bagian dari upaya kami membangun ekosistem industri bambu yang terintegrasi dari hulu hingga hilir. Harapannya, program ini bisa menjadi lokomotif penggerak ekonomi lokal,” jelas Agus.
Hadapi Tantangan Standardisasi dan Rantai Pasok
Meski memiliki potensi besar, Agus mengakui pengembangan industri bambu nasional tidak lepas dari sejumlah tantangan, seperti ketersediaan bahan baku, kualitas, dan standar produk.
“Ini tantangan klasik dalam dunia industri. Tapi harus kita hadapi bersama dengan inovasi dan produktivitas yang berkelanjutan,” tegasnya.
Sebagai negara dengan keanekaragaman bambu terbesar di dunia—terdapat 162 jenis bambu, di antaranya 124 spesies asli Indonesia—pengelolaan dan optimalisasi potensi ini dinilai krusial. Indonesia juga berada di peringkat keenam dunia dalam luas hutan bambu, mencapai 1,85 juta hektare.
“Dengan potensi sebesar ini, kita tidak boleh hanya menjadikan bambu sebagai kerajinan tangan. Kita harus naikkan kelasnya menjadi produk gaya hidup berkelanjutan yang mendunia,” ujar Menperin.
Bamboo Academy: Cetak SDM Unggul dan Wirausaha Muda
Program Bamboo Academy, yang digagas Kemenperin, menargetkan pelatihan bagi 250 peserta selama lima tahun. Pelatihan teknis mencakup sektor hulu, antara, dan hilir, serta pendekatan Training of Trainers (ToT) untuk mencetak para Master Bambu.
Direktur Jenderal Industri Agro, Putu Juli Ardika, menyampaikan bahwa lulusan Master Bambu akan memiliki kompetensi untuk melatih mitra lainnya dan mengisi peran sebagai tim layanan petani serta wirausahawan muda.
“Kami juga mendukung program Inkubasi Industri Bambu. Nantinya para lulusan akan menghasilkan produk-produk berbasis bambu sesuai kebutuhan industri,” tutur Putu.
Kemenperin juga mendorong pembentukan Pusat Logistik Industri Bambu di wilayah penghasil bahan baku untuk mengintegrasikan distribusi bahan baku dan produk setengah jadi ke sektor hilir.
Dorong IKM Bambu Masuk Pasar Global
Sementara itu, Dirjen Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA), Reni Yanita, menyampaikan pihaknya telah merancang berbagai kebijakan untuk memperkuat posisi IKM bambu di pasar domestik dan global.
Beberapa di antaranya meliputi program e-Smart IKM untuk mendorong digitalisasi pemasaran, fasilitasi pameran nasional dan internasional seperti Inacraft dan Ambiente, serta pendampingan dalam hal desain, kemasan, hingga hak kekayaan intelektual.
“Kami juga menjalankan program restrukturisasi mesin produksi, pelatihan keterampilan, hingga diversifikasi produk agar IKM bambu semakin kompetitif,” kata Reni.
Selain itu, Kemenperin memiliki program Creative Center, salah satunya Balai Pemberdayaan Industri Kriya dan Fesyen (BCIC) di Bali, yang menjadi pusat pelatihan dan inovasi produk kreatif termasuk dari bambu.
Apresiasi Kabuyutan Bambu Muara Beres
Menperin Agus juga memberikan apresiasi khusus terhadap model pembinaan yang dilakukan Kabuyutan Bambu Muara Beres. Menurutnya, pendekatan yang menggabungkan pelatihan teknis, pendidikan karakter, dan nilai-nilai spiritual ini menjadi contoh konkret dari pendidikan vokasi kontekstual.
“Saya yakin, para santri di sini tidak hanya belajar mengolah bambu, tapi juga belajar kejujuran, ketekunan, dan cinta tanah air. Ini yang akan menjadikan mereka pengrajin unggul di masa depan,” ujar Agus.
Agus menambahkan, tangan-tangan terampil santri inilah yang akan membawa bambu Indonesia menjadi simbol kekuatan, kelenturan, dan keberlanjutan dalam bentuk furnitur, kerajinan, hingga struktur bangunan yang diminati pasar global.
Ia berharap Kabuyutan Bambu Muara Beres dapat menjadi Pusat Unggulan Industri Bambu Nasional (Center of Excellence) yang terus memperluas jaringan, inovasi, dan pelatihan masyarakat.
“Kepada para santri yang saya banggakan, jadilah pelopor perubahan. Karya kalian bisa bersaing di pasar global asal dilakukan dengan ketekunan, profesionalitas, dan semangat cinta tanah air. Pemerintah akan terus mendukung langkah kalian,” tutup Menperin.