Sebagai bagian dari amanah UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), pemerintah akan memberlakukan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini tetap memperhatikan asas keadilan, dengan pemberian fasilitas pembebasan PPN untuk barang dan jasa strategis seperti bahan makanan, transportasi, pendidikan, kesehatan, listrik, air, serta jasa keuangan dan asuransi.
Insentif untuk Manufaktur dan Masyarakat
Untuk mendorong sektor manufaktur dan menjaga daya beli masyarakat, pemerintah meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi untuk Kesejahteraan. Insentif diberikan untuk berbagai kelompok, termasuk rumah tangga miskin, kelas menengah, serta pelaku usaha, baik UMKM, wirausaha, maupun industri besar.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan, insentif ini mencakup langkah strategis di sisi penawaran (supply side) dan permintaan (demand side). “Kami memberikan perhatian besar pada sektor manufaktur, termasuk stimulus untuk otomotif yang saat ini menghadapi tekanan dari sisi penjualan,” ujarnya.
Insentif Kendaraan Listrik dan Energi Hijau
Sebagai bagian dari dukungan transisi energi hijau dan pengembangan ekosistem kendaraan listrik, pemerintah menyediakan berbagai insentif, di antaranya:
- PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk Kendaraan Listrik
- 10% untuk mobil dan bus listrik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) minimal 40%.
- 5% untuk bus listrik dengan TKDN 20%-40%.
Insentif ini bertujuan mengurangi emisi, impor bahan bakar fosil, dan mendorong pertumbuhan industri transportasi ramah lingkungan.
- Pembebasan Bea Masuk dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
- Tarif 0% Bea Masuk dan PPnBM 15% DTP untuk impor mobil listrik tertentu.
- Insentif ini diberikan kepada pelaku usaha yang berkomitmen memproduksi kendaraan listrik di Indonesia, dengan proyeksi produksi pada 2024 mencapai 122.600 unit dari beberapa perusahaan otomotif, termasuk PT BYD Motor Indonesia dan PT National Assemblers.
- Insentif PPnBM untuk Kendaraan Hybrid
- Tarif 3% PPnBM DTP untuk kendaraan bermotor hybrid yang masuk dalam program Low Carbon Emission Vehicle (LCEV).
Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah menjadikan Indonesia sebagai hub produksi kendaraan listrik berbasis baterai (KBLBB).
Insentif untuk Industri Padat Karya dan Produk Strategis
Pemerintah juga memberikan dukungan kepada industri padat karya melalui skema pembiayaan khusus, termasuk subsidi bunga 5% untuk kredit investasi dan kredit modal kerja. Selain itu, insentif PPN 1% DTP disediakan untuk produk strategis seperti minyak goreng, tepung terigu, dan gula industri.
Misalnya, kebutuhan minyak goreng MINYAKITA pada 2025 diperkirakan mencapai 175.000 ton per bulan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp15.700 per liter. Sementara itu, kebutuhan tepung terigu diproyeksi mencapai 6,66 juta ton dengan harga rata-rata Rp13.139 per kilogram.
Insentif ini dirancang untuk mengurangi dampak kenaikan PPN terhadap bahan baku industri makanan dan minuman, farmasi, serta UMKM dalam negeri, sehingga menjaga harga akhir yang terjangkau bagi konsumen.
Dampak pada Sektor Perumahan
Pemerintah juga memberikan PPN DTP untuk pembelian rumah hingga Rp5 miliar. Skema diskon PPN ini berlaku sebesar 100% untuk transaksi Januari-Juni 2025 dan 50% untuk transaksi Juli-Desember 2025. Kebijakan ini diharapkan meningkatkan pembelian rumah, yang secara tidak langsung akan mendorong permintaan produk manufaktur seperti semen, keramik, genteng, dan kaca.
Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan
Berbagai insentif tambahan, seperti diskon iuran Jaminan Kehilangan Pekerjaan dan Jaminan Kecelakaan Kerja, serta perpanjangan pemanfaatan PPh Final UMKM 0,5%, menunjukkan upaya pemerintah mendukung industri manufaktur secara menyeluruh.
Dengan langkah-langkah strategis ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan produktivitas, daya saing, dan inklusivitas pertumbuhan ekonomi. “Kami optimis bahwa regulasi berupa insentif dan stimulus ini dapat memberikan sinyal positif kepada investor untuk mendukung kemajuan industri Indonesia,” tutup Agus.