Tantangan Industri Rokok

Tantangan Industri Rokok - The EdGe

Industri rokok di Indonesia menghadapi tantangan berat dalam beberapa tahun terakhir. Keputusan pemerintah tidak jadi menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2025 mendatang menjadi angin segar bagi industri rokok yang terus-menerus tertekan.

Menurut Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Henry Nayoan, industri hasil tembakau (IHT) nasional sedang tidak baik-baik saja dengan indikasi yang jelas. Fenomena down trading atau penyusutan konsumsi rokok Golongan I dan II terjadi, serta peredaran rokok ilegal terus menggerus pangsa pasar rokok legal.

Gappri meminta agar tarif CHT tahun 2025, 2026, dan 2027 tidak naik, serta tidak melakukan simplifikasi struktur tarif cukai hasil tembakau dan mendekatkan disparitas harga antar golongan rokok. Selain itu, Gappri juga meminta pemerintah terus melakukan operasi gempur rokok ilegal.

Henry mengatakan, industri rokok legal di Indonesia sudah tidak terjangkau oleh sebagian besar konsumen karena daya beli mereka sangat lemah seiring tingginya kenaikan tarif CHT periode 2020—2024. Oleh karena itu, Gappri bersyukur pemerintah tidak jadi mengerek tarif CHT pada 2025, sehingga keputusan ini akan membantu kelangsungan industri rokok dan para konsumen tetap terpacu membeli rokok legal.

Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachyudi juga menyambut baik pernyataan pemerintah yang tidak jadi menyesuaikan tarif CHT. Namun, Gaprindo tetap waspada karena pemerintah juga tidak menaikkan tarif CHT dan HJE pada 2019, namun tarif tersebut justru naik lebih signifikan pada tahun berikutnya.

Gaprindo meminta adanya keberimbangan kebijakan fiskal dan nonfiskal dalam pengaturan kebijakan rokok legal di Indonesia. Benny juga menyebut, dalam beberapa tahun terakhir, produksi dan kontribusi penjualan rokok legal konsisten mengalami penurunan.

Dalam beberapa tahun terakhir, produksi rokok nasional berkurang 10,57% dari 355,84 miliar batang pada 2019 menjadi 318,21 miliar batang pada 2023. Khusus Sigaret Putih Mesin (SPM) yang berada di bawah naungan Gaprindo, produksinya menyusut 35,74% dari 15,22 miliar batang pada 2019 menjadi 9,78 miliar batang pada 2023.

Oleh karena itu, industri rokok di Indonesia harus terus memantau perkembangan arah kebijakan pemerintah terhadap industri rokok dan meminta adanya keberimbangan kebijakan fiskal dan nonfiskal dalam pengaturan kebijakan rokok legal di Indonesia.

Bagikan ke:
Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp