Berita & Informasi

Kemenperin Dorong Branding IKM Kosmetik dan Obat Tradisional Lokal ke Pasar Global

Industri kosmetik dan obat tradisional di Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Didukung oleh kekayaan sumber daya alam dan tren global yang mengarah pada produk berbahan alami, sektor ini memiliki potensi besar untuk berkembang di pasar lokal maupun internasional.

“Pergeseran tren konsumen yang semakin mengutamakan produk berbasis herbal turut mendorong pertumbuhan industri kosmetik dan obat tradisional Indonesia,” ujar Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian, Reni Yanita, dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (23/3).

Sebagai bagian dari warisan budaya, pemanfaatan tanaman obat dan bahan alami dalam pengobatan tradisional telah lama berkembang di Indonesia. Oleh karena itu, Kemenperin terus berupaya meningkatkan daya saing IKM kosmetik dan obat tradisional melalui berbagai program pembinaan agar mereka mampu menguasai pasar domestik sekaligus menembus pasar global.

Pertumbuhan Positif dan Kontribusi IKM

Data Kemenperin menunjukkan bahwa kinerja industri kosmetik dan obat tradisional terus mengalami pertumbuhan. Pada periode Januari – November 2024, ekspor produk kosmetik mencapai USD 382,4 juta, sedangkan ekspor obat-obatan tradisional mencatat angka USD 6,3 juta.

“Berdasarkan data Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), lebih dari 85 persen industri kosmetik dan obat tradisional di Indonesia berasal dari sektor IKM. Kontribusi mereka dalam pertumbuhan industri ini patut diapresiasi,” kata Reni.

Lebih lanjut, industri kosmetik diperkirakan akan tumbuh dengan laju 4,3 persen per tahun (CAGR 2025-2030), sementara industri obat tradisional diproyeksikan meningkat sebesar 7,1 persen per tahun (CAGR 2024-2033).

Menurut Reni, faktor utama yang membedakan produk di pasar saat ini adalah kesadaran konsumen terhadap bahan yang aman, ramah lingkungan, dan memiliki manfaat kesehatan. Oleh karena itu, inovasi dalam pengembangan produk menjadi kunci bagi pelaku industri untuk meningkatkan daya saing mereka.

Strategi Branding dan Diferensiasi Produk

Untuk meningkatkan daya saing di pasar, Reni menekankan pentingnya strategi pemasaran dan branding yang jelas bagi IKM kosmetik dan obat tradisional.

“Produk kosmetik dan obat tradisional memiliki berbagai segmen pasar, mulai dari mass market, premium market, hingga niche market seperti produk halal, vegan, atau organik. Oleh karena itu, para pelaku IKM perlu melakukan riset pasar agar strategi pemasaran dan branding dapat lebih fokus dan efektif,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa branding yang kuat harus didukung oleh positioning dan diferensiasi yang jelas.

“Setiap brand harus mampu menunjukkan keunggulan mereka, baik dari segi inovasi formula, teknologi produksi, desain kemasan yang ramah lingkungan, maupun storytelling yang menarik. Ini akan membantu membangun kepercayaan konsumen dan membuat produk mereka menjadi pilihan utama di pasar,” tambahnya.

Upaya Kemenperin dalam Penguatan Branding IKM

Sebagai bagian dari upaya meningkatkan daya saing IKM kosmetik dan obat tradisional, Ditjen IKMA menyelenggarakan webinar bertajuk “Menentukan Target Pasar & Diferensiasi Produk” pada Jumat (14/3). Acara ini menghadirkan dua narasumber berpengalaman, yakni Henry Suhardja, pemilik brand wewangian “Follow Me”, serta Andreas, Brand Manager PT Sinde Budi Sentosa, produsen jamu tradisional.

Direktur IKM Kimia, Sandang, dan Kerajinan, Budi Setiawan, berharap webinar ini dapat membantu pelaku usaha dalam menentukan strategi pemasaran dan diferensiasi produk yang tepat.

“Kami ingin para peserta mendapatkan wawasan berharga dari para praktisi industri yang telah terbukti sukses di bidangnya,” ujarnya.

Lebih lanjut, Budi menyampaikan bahwa webinar ini merupakan bagian awal dari rangkaian program pengembangan IKM kosmetik dan obat tradisional yang akan berlangsung sepanjang tahun 2025. Webinar lanjutan dijadwalkan pada Juli dan November mendatang.

Menurutnya, pengembangan IKM kosmetik dan obat tradisional memerlukan dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah, industri, akademisi, maupun komunitas bisnis.

“Kami mengajak semua pihak untuk berkolaborasi. Para pelaku IKM juga harus terus berinovasi, meningkatkan kualitas produk, serta membangun brand yang kuat agar produk kosmetik dan obat tradisional Indonesia semakin dikenal di pasar global,” pungkasnya.

Pengusaha Keberatan, Larangan Operasional Truk saat Lebaran Berpotensi Rugikan Industri

Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berencana menerbitkan aturan pelarangan operasional angkutan barang atau truk selama masa mudik dan arus balik Lebaran 2025. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta kelancaran lalu lintas selama periode tersebut.

Namun, kebijakan ini menuai protes dari kalangan pengusaha. Bahkan, Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) berencana menggelar aksi mogok nasional sebagai bentuk penolakan.

Dampak Serius bagi Dunia Usaha

Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), Edy Suyanto, menilai kebijakan pelarangan operasional truk selama periode mudik dan balik Lebaran 2025 dapat berdampak negatif bagi industri.

“Kami melihat kebijakan ini sangat merugikan dunia usaha, terutama dalam proses produksi. Larangan ini akan mengganggu produktivitas dan efisiensi industri,” ujar Edy Suyanto di Jakarta (18/3).

Menurutnya, jika aturan ini diberlakukan dari 24 Maret hingga 7 April 2025—ditambah dengan rencana mogok massal pengusaha truk mulai 20 Maret 2025—maka industri terpaksa menghentikan produksi hingga 20 hari penuh.

“Artinya, kami terpaksa menutup pabrik selama 20 hari karena bahan baku tidak bisa dikirim. Jika produksi berhenti, nasib karyawan bagaimana? Haruskah mereka dirumahkan?” paparnya.

Asaki meminta pemerintah meninjau kembali kebijakan ini dan mencari solusi yang tidak merugikan dunia usaha. Ia mengusulkan agar pembatasan operasional truk tetap mengikuti pola tahun-tahun sebelumnya, yakni 4 hari sebelum dan 4 hari sesudah Lebaran, yang dinilai lebih realistis dan bisa dikelola oleh industri.

“Jika hanya 4 hari sebelum dan sesudah Lebaran, kami masih bisa mengatur strategi produksi. Tapi jika berlangsung hampir tiga minggu, ini sudah di luar kendali kami,” tegas Edy.

Industri Gelas Kaca Terancam Lumpuh

Senada dengan Asaki, Ketua Umum Asosiasi Produsen Gelas Kaca Indonesia (APGI), Henry Sutanto, juga menyampaikan kekhawatiran serupa. Menurutnya, pelarangan operasional truk dalam waktu lama akan sangat berdampak pada industri gelas kaca.

“Industri gelas kaca membutuhkan temperatur yang sangat tinggi. Jika produksi berhenti, kami butuh waktu 21 hari untuk memanaskan kembali tungku dari 0 hingga 1.600 derajat Celsius. Jadi, menghentikan produksi bukan pilihan yang mudah,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa mayoritas industri gelas di Indonesia menggunakan sistem Continuous Furnace, yang berarti pabrik tidak bisa berhenti beroperasi.

“Kami memproduksi minimal 100-200 ton gelas per hari, sementara untuk botol bisa lebih dari 200 ton per hari. Setiap mobil angkut membawa 30 ton, artinya kami butuh setidaknya 7 truk setiap hari. Kalau transportasi dilarang, bagaimana mungkin kami bisa berproduksi?” ungkapnya.

Harapan Pengusaha: Solusi yang Lebih Realistis

Henry berharap pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan, dapat mempertimbangkan solusi yang lebih baik agar industri tetap bisa berjalan tanpa mengganggu kelancaran arus mudik.

Para pengusaha menekankan bahwa meskipun memahami pentingnya pengaturan lalu lintas selama Lebaran, kebijakan ini harus dibuat dengan mempertimbangkan keberlanjutan industri dan ekonomi nasional.

Dengan adanya dialog antara pemerintah dan pelaku usaha, diharapkan kebijakan yang diambil dapat menjadi solusi win-win bagi semua pihak.

ExportHub.id Perkuat Kolaborasi dengan Kemenperin untuk Dorong IKM Indonesia Go Global

ExportHub.id semakin menunjukkan komitmennya dalam mempercepat ekspor produk UKM Indonesia ke pasar internasional. Dalam pertemuan strategis dengan Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian, Ir. Reni Yanita, M.Si., tim ExportHub.id membahas langkah konkret untuk mendorong pertumbuhan Industri Kecil dan Menengah (IKM) agar lebih kompetitif di kancah global.

Pertemuan ini dihadiri oleh Ahmad Soffian, CEO dan Co-Founder Sa’adah Global sekaligus Direktur AeXi, serta Divera Wicaksono, Direktur Business Development GeTI Incubator dan Direktur GaBI. Fokus utama diskusi adalah memperkuat sinergi antara IKM Go Ekspor, Alibaba, dan Global Business Matching, sehingga produk lokal Indonesia memiliki akses lebih luas ke pasar global.

Meningkatkan Daya Saing UKM dengan Ekosistem ExportHub.id

Sebagai bagian dari ekosistem ExportHub.id, Sa’adah Global memainkan peran strategis dalam mendukung sertifikasi dan pemasaran produk halal. Mengingat tingginya permintaan terhadap produk halal di Timur Tengah dan berbagai negara lain, kepemilikan sertifikasi halal menjadi faktor utama dalam menembus pasar ekspor.

“Tantangan utama bagi UKM saat ini bukan hanya soal kualitas produk, tetapi juga bagaimana memenuhi standar internasional, termasuk sertifikasi halal. Sa’adah Global hadir untuk membantu UKM dalam memperoleh sertifikasi serta memasarkan produk halal mereka, terutama untuk memasuki pasar Timur Tengah yang sangat potensial,” ujar Ahmad Soffian.

Dengan dukungan platform digital seperti Alibaba dan strategi Global Business Matching, UKM Indonesia kini memiliki kesempatan lebih besar untuk menjangkau jaringan bisnis internasional. Kolaborasi ini diharapkan mampu meningkatkan daya saing ekspor Indonesia dan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Digitalisasi UKM untuk Akselerasi Ekspor

Sebagai platform yang menghubungkan UKM dengan pasar internasional, ExportHub.id terus berinovasi dalam menyediakan akses dan fasilitas terbaik bagi pelaku usaha kecil. Melalui program IKM Go Ekspor, UKM mendapatkan berbagai keuntungan seperti pelatihan ekspor, akses ke marketplace global, serta peluang business matching dengan buyer potensial.

“Kolaborasi ini membuka peluang lebih besar bagi UKM untuk berkembang. Dengan integrasi digital dan jaringan global, ExportHub.id memastikan UKM Indonesia tidak hanya siap bersaing di pasar internasional, tetapi juga mampu bertahan dan berkembang secara berkelanjutan,” jelas Divera Wicaksono.

Masa Depan UKM Indonesia di Pasar Global

Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian terus mendorong digitalisasi dan ekspor UKM melalui berbagai kebijakan dan program strategis. Dengan sinergi antara sektor swasta dan pemerintah yang semakin kuat, diharapkan UKM Indonesia dapat lebih mudah memasuki pasar global dan meningkatkan kontribusi ekspor nasional.

“Kami sangat mengapresiasi inisiatif ExportHub.id dan Sa’adah Global dalam mendorong ekspor UKM Indonesia. Dengan kolaborasi ini, kami optimistis produk lokal kita bisa bersaing di pasar global, khususnya di negara-negara dengan permintaan tinggi terhadap produk halal,” ujar Ir. Reni Yanita, M.Si.

Amalia S. Prabowo, Komisaris Sa’adah Global, juga menegaskan pentingnya penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam upaya menjadikan Indonesia sebagai produsen produk halal dunia.

“Kunci utama percepatan Indonesia sebagai produsen produk halal dunia adalah mempersiapkan SDM yang kompeten, khususnya dalam bidang penyelia dan auditor halal. Kami di Sa’adah Global berkomitmen mendukung pengembangan SDM ini agar produk halal Indonesia dapat diterima dengan baik di pasar global,” ujarnya.

Sebagai bagian dari ekosistem ExportHub.id, Sa’adah Global akan terus mendukung UKM halal Indonesia untuk berkembang dan menembus pasar internasional. Dengan akses pasar yang semakin luas dan dukungan teknologi, kini saatnya UKM Indonesia membuktikan kualitasnya dan meraih sukses di kancah global.

Inovasi Returnable Plastic Box: Solusi Efektif Hemat Biaya Logistik Hingga 40%

Di tengah perkembangan teknologi global, industri manufaktur di Indonesia dan kawasan ASEAN masih menghadapi tantangan dalam transformasi digital. Banyak perusahaan masih mengandalkan proses manual, ragu untuk beralih ke teknologi baru karena tidak tahu harus memulai dari mana.

Melihat kondisi ini, tiga inovator muda—Yulius Hayden B, Harry Juanda, dan Jamsuri—melalui PT. GEMA ERA MITRA ANANTA menghadirkan solusi terintegrasi untuk mendukung era Industri 4.0. Dengan pengalaman luas di bidang manufaktur, desain sistem, kecerdasan buatan, dan analitik data, mereka menawarkan pendekatan inovatif yang disesuaikan dengan kebutuhan industri lokal.

Returnable Plastic Box: Transformasi Kemasan Berkelanjutan

Salah satu inovasi utama PT. GEMA ERA MITRA ANANTA adalah Returnable Plastic Box dengan teknologi Integrated Tracing berbasis RFID dan Circulation System berbasis cloud. Dibandingkan dengan kemasan sekali pakai, solusi ini menawarkan berbagai manfaat:

Pengurangan biaya logistik hingga 40%, yang bisa menghemat sekitar Rp1,7 miliar per tahun untuk pabrik skala menengah.
Daya tahan tinggi dengan umur pakai 3-5 tahun, lebih lama dibandingkan kemasan konvensional.
Pelacakan real-time, yang mengurangi kehilangan aset dari 15% menjadi hanya 0,5%.
Kontribusi terhadap keberlanjutan, dengan mengurangi limbah kemasan dan emisi karbon.

Penerapan solusi ini telah sukses di salah satu produsen sepeda motor terkemuka di Asia, yang bahkan mendapatkan penghargaan lingkungan berkat pengurangan limbah kemasan dan emisi karbon. Selain itu, perusahaan otomotif multinasional juga sedang melakukan uji coba untuk memperluas penggunaannya ke kawasan Asia Pasifik.

Untuk memastikan implementasi lebih mudah bagi pengusaha, PT. GEMA ERA MITRA ANANTA menawarkan model sewa pakai, sehingga tidak membutuhkan investasi besar di awal.

Autonomous Mobile Robots (AMRs): Otomatisasi Efisien

Dalam ekosistem logistik internal, PT. GEMA ERA MITRA ANANTA juga mengembangkan Autonomous Mobile Robots (AMRs) dan Smart AGV untuk meningkatkan efisiensi perpindahan barang:

🚀 Mengurangi waktu transfer barang dari rata-rata 45 menit menjadi 12 menit.
🚀 Hemat biaya tenaga kerja hingga Rp1,2 miliar per tahun.
🚀 Meningkatkan akurasi pengiriman dari 92% menjadi 99,8%.
🚀 Mudah diintegrasikan dengan sistem yang sudah ada tanpa mengganggu operasional.
🚀 Fleksibel untuk tata letak pabrik yang dinamis, mengurangi biaya rekonfigurasi hingga 78%.

Teknologi ini telah diadopsi oleh produsen komponen elektronik otomotif dan memberikan dampak signifikan dalam efisiensi produksi.

Sistem Manajemen Terintegrasi: Menuju Smart Factory

Untuk menyelaraskan operasional manufaktur, PT. GEMA ERA MITRA ANANTA menghadirkan Intelligent Factory Suite, yang mencakup:

📦 Warehouse Management System (WMS) dengan tingkat ketersediaan 99,97%, jauh di atas standar industri.
Enterprise Manufacturing Execution System (MES) yang meningkatkan efisiensi peralatan (OEE) hingga 85%.
📄 Digitalisasi operasional yang mengurangi paperwork hingga 76%.
🤖 Integrasi AI & Machine Learning yang mengoptimalkan proses produksi dengan potensi efisiensi senilai Rp3,4 miliar per pabrik.

Menurut CTO Yulius Hayden, sistem ini telah terbukti andal, beroperasi tanpa gangguan berarti selama lebih dari lima tahun di berbagai perusahaan manufaktur.

Strategi Implementasi Bertahap

Transformasi digital tidak bisa dilakukan secara instan. PT. GEMA ERA MITRA ANANTA menerapkan pendekatan bertahap agar perusahaan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan:

1. Assessment & Diagnosis

🔍 Evaluasi mendalam proses bisnis dan teknologi yang digunakan.
📊 Identifikasi area dengan potensi ROI tertinggi.

2. Implementasi Pilot

🛠 Penerapan solusi dalam skala kecil untuk uji coba.
📈 Pengukuran hasil awal dan penyesuaian berdasarkan umpan balik.

3. Implementasi Penuh & Skalabilitas

🔗 Integrasi sistem ke seluruh operasional.
👥 Pelatihan dan pendampingan tim internal.

4. Optimalisasi Berkelanjutan

📡 Analisis data untuk peningkatan performa.
🔄 Pengembangan teknologi tambahan sesuai kebutuhan industri.

Pendekatan ini telah memberikan ROI rata-rata 35% di tahun pertama, dengan peningkatan berkelanjutan di tahun-tahun berikutnya.

Dampak Nyata di Industri

Penerapan solusi PT. GEMA ERA MITRA ANANTA memberikan dampak besar bagi industri, termasuk:

🌍 Keberlanjutan Lingkungan
✅ Penurunan emisi karbon hingga 95% (dari 0,083 menjadi 0,003 TonCO2e/case).
✅ Pengurangan limbah kemasan sebesar 1.451 ton per tahun.
✅ Mengurangi penggunaan kayu dan kertas, setara dengan menyelamatkan 12.000+ pohon.

🏭 Efisiensi Operasional
📦 Biaya kemasan turun 45% di pasar ekspor.
🚀 Peningkatan kualitas pengiriman produk.
🗑 Penghematan biaya penanganan sampah industri.

Menurut seorang direktur operasional di industri F&B:

“PT. GEMA ERA MITRA ANANTA berbeda dari vendor multinasional karena mereka memahami kebutuhan lokal dan menawarkan solusi yang benar-benar cocok untuk kami.”

Mengelola Perubahan dan Adaptasi Teknologi

Perubahan teknologi sering kali mendapat resistensi dari karyawan. Untuk mengatasinya, PT. GEMA ERA MITRA ANANTA menerapkan:

👨‍🏫 Pelatihan dan Workshop Teknologi bagi semua level karyawan.
👥 Program “Tech Champions” untuk membimbing tenaga kerja dalam adaptasi teknologi.
🔄 Pendampingan intensif untuk transisi yang lebih mulus.

Pendekatan ini terbukti efektif, mengurangi resistensi dari 65% menjadi hanya 8% setelah implementasi.

Keunggulan Dibandingkan Vendor Global

🎯 Pemahaman Lokal: Solusi disesuaikan dengan infrastruktur dan kebutuhan industri di Indonesia & ASEAN.
💰 Biaya Implementasi 25-40% lebih rendah dibandingkan solusi global.
Waktu implementasi lebih cepat hingga 45%.

Ekspansi ke Industri F&B dan Farmasi

Untuk tahun 2025-2028, PT. GEMA ERA MITRA ANANTA menargetkan ekspansi ke sektor F&B dan farmasi, dengan inovasi seperti:

🍽 F&B: Teknologi pelacakan untuk keamanan pangan dan manajemen cold chain.
💊 Farmasi: Automasi untuk lingkungan steril dan pelacakan obat berbasis AI.

Menurut COO Jamsuri:

“Kami bukan hanya menjual teknologi, tetapi menghadirkan solusi transformatif yang membuat industri Indonesia lebih kompetitif di era global.”

Dengan inovasi dan strategi yang tepat, PT. GEMA ERA MITRA ANANTA membuktikan bahwa revolusi Industri 4.0 bukan sekadar teori, tetapi bisa diterapkan secara nyata di industri manufaktur Indonesia. 🚀

PMI Manufaktur Indonesia Cetak Rekor Tertinggi dalam 11 Bulan, Ungguli AS, Jerman, dan Jepang

Industri manufaktur Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan yang impresif di awal tahun 2025. Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global mencatat peningkatan signifikan pada Februari 2025, mencapai level 53,6.

Angka ini mengalami lonjakan 1,7 poin dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang berada di level 51,9. Capaian ini sekaligus menjadi rekor tertinggi dalam 11 bulan terakhir, mencerminkan ekspansi yang kuat di sektor manufaktur nasional.

Sejalan dengan itu, Indeks Kepercayaan Industri (IKI) juga mengalami peningkatan pada Februari 2025, mencapai 53,15. Posisi ini naik 0,05 poin dibandingkan Januari 2025 dan 0,59 poin lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

“Baik PMI manufaktur maupun IKI pada Februari tetap dalam fase ekspansi. Ini menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur terus tumbuh dengan optimisme yang tinggi di awal tahun,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Senin (3/3/2025).

Iklim Industri Nasional Makin Kondusif

Menperin Agus menjelaskan bahwa meskipun dinamika politik dan ekonomi global terus berkembang, industri manufaktur nasional tetap menunjukkan optimisme tinggi. Hal ini tak lepas dari kebijakan pemerintah yang mendukung peningkatan produktivitas dan daya saing sektor industri.

Salah satu faktor utama pendorong ekspansi ini adalah meningkatnya permintaan pasar domestik. “Karena pasar dalam negeri menjadi andalan utama, maka kebijakan seperti safeguard dan larangan terbatas (lartas) sangat penting untuk melindungi industri nasional dari gempuran impor,” jelas Agus.

Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya tata kelola impor yang baik untuk menjaga keseimbangan pasar. Optimisme juga terlihat di sektor tekstil, dengan diterbitkannya regulasi baru terkait pengendalian impor tekstil dan produk tekstil.

“Kebijakan ini akan menciptakan persaingan yang lebih adil di pasar domestik, terutama dalam menghadapi barang-barang impor yang berpotensi melakukan dumping. Jika diterapkan pada sektor hilir lainnya, optimisme industri akan semakin meningkat,” tambahnya.

Peningkatan Kapasitas Produksi dan Tenaga Kerja

Banyak perusahaan manufaktur yang meningkatkan kapasitas produksinya, yang berdampak langsung pada peningkatan jumlah tenaga kerja. Bahkan, pada Februari 2025, laju pertumbuhan tenaga kerja di sektor manufaktur mencapai level tertinggi dalam sejarah survei ini.

Di sisi lain, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengapresiasi keberlanjutan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk sektor industri, yang menjadi perhatian Presiden Prabowo Subianto.

“Kami mengucapkan terima kasih kepada Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, atas diterbitkannya Keputusan Menteri ESDM Nomor 76K/2025 yang memperpanjang kebijakan HGBT untuk tujuh sektor industri selama lima tahun ke depan,” ujar Agus.

Optimisme Berlanjut di Bulan Maret

Menperin Agus optimistis tren positif ini akan terus berlanjut pada Maret 2025, didorong oleh peningkatan produksi dan aktivitas belanja selama bulan Ramadhan.

“Konsumsi masyarakat biasanya melonjak selama Ramadhan dan Lebaran, terutama untuk produk makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, serta alas kaki,” katanya.

Dengan berbagai strategi dan inovasi yang dilakukan pelaku industri, serta dukungan kebijakan dari pemerintah, Agus yakin sektor manufaktur Indonesia akan terus berkembang dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

“Kami optimis PMI manufaktur Indonesia dapat terus meningkat dengan kebijakan yang strategis dan tepat sasaran,” tutupnya.

Indonesia Ungguli Sejumlah Negara Besar

PMI manufaktur Indonesia pada Februari 2025 berhasil melampaui sejumlah negara industri besar, termasuk:

  • Amerika Serikat: 51,6
  • Taiwan: 51,5
  • Filipina: 51,0
  • China: 50,8
  • Thailand: 50,6
  • Malaysia: 49,7
  • Vietnam: 49,2
  • Jepang: 48,9
  • Myanmar: 48,5
  • Jerman: 46,1
  • Inggris: 46,4

Capaian ini membuktikan bahwa industri manufaktur Indonesia tetap berada dalam jalur ekspansi dan semakin kompetitif di tingkat global.

Industri Manufaktur Tetap Tangguh di Tengah Dinamika Global

Sektor industri manufaktur menghadapi tantangan yang semakin kompleks akibat dinamika geopolitik global yang terus berubah. Perkembangan ini berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap industri dalam negeri dan perekonomian nasional secara keseluruhan.

Namun, di tengah tantangan tersebut, sektor industri pengolahan nonmigas tetap menunjukkan ketahanan yang solid. Pada tahun 2024, industri manufaktur Indonesia tumbuh sehat dengan kenaikan sebesar 4,75%.

Pada periode yang sama, ekonomi Indonesia mencatat pertumbuhan sebesar 5,03%, di mana sektor manufaktur memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan nasional, yakni sebesar 0,90%.

“Sekitar 20 persen dari total pertumbuhan ekonomi nasional berasal dari sektor manufaktur, menjadikannya sebagai pilar utama perekonomian setelah sektor perdagangan,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Kamis (20/2/2025).

Kontribusi industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga terus meningkat dari tahun ke tahun, yakni 18,34% pada 2022, 18,67% pada 2023, dan mencapai 18,98% pada 2024.

Ekspor dan Investasi Tetap Kuat

Dari sisi ekspor, sektor industri pengolahan nonmigas mencatatkan nilai sebesar USD196,54 miliar, menyumbang 74,3% dari total ekspor nasional. Sementara itu, sektor ini juga berperan besar dalam investasi nasional dengan realisasi mencapai Rp721,3 triliun atau 42,1% dari total investasi Indonesia pada tahun 2024.

Secara global, daya saing manufaktur Indonesia juga semakin kuat. Berdasarkan data World Bank, nilai Manufacturing Value Added (MVA) Indonesia pada 2023 mencapai USD255 miliar, menempatkan Indonesia di posisi ke-12 dalam daftar negara dengan industri manufaktur terbesar di dunia. Angka ini jauh melampaui negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand (USD128 miliar) dan Vietnam (USD102 miliar).

Dampak Positif terhadap Lapangan Kerja

Seiring dengan pertumbuhan industri manufaktur, jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor ini juga terus meningkat. Pada 2020, jumlah tenaga kerja industri pengolahan nonmigas tercatat sebanyak 17,43 juta orang, dan angka ini terus bertambah hingga mencapai 19,96 juta orang pada 2024.

Selain itu, optimisme pelaku industri juga tercermin dalam peningkatan indeks-indeks utama. Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur Indonesia mencapai angka 51,9, sementara Indeks Kepercayaan Industri (IKI) berada di level 53,1 pada Januari 2025. Keduanya menunjukkan ekspansi industri yang menjanjikan.

“Sektor manufaktur Indonesia menunjukkan tanda-tanda ekspansi yang kuat. Ini bukti bahwa kita berada di jalur yang tepat,” kata Menperin Agus.

Ia juga menepis anggapan bahwa industri nasional tengah mengalami deindustrialisasi.

“Indikator-indikator yang ada justru menunjukkan sebaliknya. Sektor industri kita masih terus tumbuh dan berkembang,” tegasnya.

Dukungan Kebijakan untuk Industri Manufaktur

Dalam menghadapi tantangan global dan domestik, Menperin Agus menekankan pentingnya regulasi yang mendukung pertumbuhan industri. Ia mendorong kementerian dan lembaga terkait untuk menerapkan kebijakan yang dapat memperkuat daya saing sektor manufaktur.

“Kita membutuhkan lingkungan bisnis yang kondusif agar industri nasional bisa semakin kuat dan berkembang secara progresif,” pungkasnya.