Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan komitmennya dalam mempercepat proses dekarbonisasi sektor industri guna mendukung pencapaian target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2050. Langkah ini dinilai krusial mengingat sektor industri merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar di Tanah Air.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, dekarbonisasi tak hanya menjadi kewajiban untuk mengurangi emisi, tetapi juga membuka peluang besar bagi pertumbuhan industri nasional di masa depan.
“Dekarbonisasi membuka akses ke pasar yang lebih luas, terutama dari konsumen dan investor yang semakin mengutamakan aspek keberlanjutan. Data menunjukkan, sekitar 57 persen investor kini lebih tertarik pada investasi berkelanjutan,” ujar Agus dalam acara Mata Lokal Festival 2025 bertajuk Cutting Edge For Local Sustainability di Jakarta, Rabu (8/5/2025).
Strategi Kemenperin: Dari Peta Jalan hingga Sertifikasi
Sebagai upaya konkret, Kemenperin telah menyusun Strategi Dekarbonisasi Industri yang mencakup penyusunan peta jalan dekarbonisasi, implementasi mekanisme perdagangan karbon, serta kebijakan pengurangan emisi yang sesuai dengan target NZE 2050.
Langkah-langkah tersebut juga dibarengi dengan penerapan ekonomi sirkular, teknologi Carbon Capture and Utilization (CCU), dan pengembangan Standar Industri Hijau.
Agus mengungkapkan, saat ini terdapat sembilan sektor industri prioritas dalam program dekarbonisasi, antara lain industri semen, amonia, logam, pulp dan kertas, tekstil, kimia, keramik dan kaca, makanan dan minuman, serta transportasi.
Hingga akhir 2024, Kemenperin mencatat telah menerbitkan 149 Sertifikasi Standar Industri Hijau. Sertifikasi ini mencakup pengelolaan bahan baku, efisiensi energi, manajemen air, dan pengurangan limbah. Di samping itu, sebanyak 62 standar dan 46 regulasi telah ditetapkan sebagai panduan dalam menerapkan prinsip industri hijau di sektor manufaktur.
“Standar ini tidak hanya membantu menekan dampak lingkungan, tetapi juga mendorong efisiensi dan daya saing industri nasional,” kata Agus.
Dorong Investasi dan Insentif Melalui GISCO
Untuk memperkuat ekosistem industri hijau, Kemenperin juga tengah mengembangkan Green Industry Service Company (GISCO). GISCO diharapkan menjadi penghubung antara pelaku industri dengan penyedia pendanaan hijau (green financing), sehingga transformasi industri ke arah berkelanjutan dapat dilakukan tanpa membebani biaya operasional secara berlebihan.
“GISCO ini akan memfasilitasi investor, termasuk dari lembaga keuangan, untuk mendukung pendanaan proyek-proyek transformasi industri,” ujarnya.
Agus mengakui, biaya transformasi menuju industri hijau tidak kecil. Oleh karena itu, peran pemerintah menjadi penting untuk menciptakan skema pendanaan yang mendukung pelaku industri.
“Banyak pelaku usaha masih melihat transformasi ini sebagai beban biaya, bukan investasi. Ini tantangan klasik yang harus dipecahkan dengan kehadiran negara,” tambahnya.
Kawasan Industri Hijau dan Pilot Project Berwawasan Lingkungan
Selain langkah di tingkat perusahaan, Kemenperin juga mendorong pengembangan kawasan industri hijau menuju Smart-Eco Industrial Park—sebuah model kawasan industri generasi keempat yang mengutamakan efisiensi sumber daya dan pemanfaatan teknologi bersih.
Penerapan prinsip Resource Efficiency and Cleaner Production (RECP) menjadi bagian penting dalam skema ini. Hingga April 2025, tercatat enam kawasan industri yang ditetapkan sebagai proyek percontohan kawasan industri berwawasan lingkungan, yakni:
- Kawasan Industri Medan
- Batamindo Industrial Park
- Kawasan Industri Krakatau
- MM2100 Industrial Town, Bekasi
- Karawang International Industrial City
- Greenland International Industrial Center
Apresiasi Bagi Industri Hijau
Sebagai bentuk pengakuan atas kontribusi industri dalam transisi hijau, Kemenperin secara rutin memberikan Penghargaan Industri Hijau. Sejak 2010 hingga 2024, sebanyak 1.165 perusahaan telah menerima penghargaan ini.
Kategori penghargaan mencakup Kinerja Terbaik Industri Hijau, Transformasi Menuju Industri Hijau, Lembaga Sertifikasi, Auditor Industri Hijau, serta Pemerintah Daerah yang mendampingi industri di wilayahnya.
Harapan Kolaboratif Menuju 2050
Agus menegaskan, pencapaian target Net Zero Emission 2050 tidak dapat dicapai hanya oleh pemerintah atau pelaku industri semata. Ia berharap kolaborasi lintas sektor dapat diperkuat, termasuk peran media massa dalam menyebarluaskan semangat keberlanjutan.
“Kami berharap, langkah ini akan membuahkan kolaborasi yang lebih kuat antara pemerintah, industri, dan masyarakat dalam mendorong ekonomi berkelanjutan sekaligus menjaga bumi yang kita huni bersama,” pungkasnya.