Berita & Informasi

Kejar Target Nol Emisi 2050, Menperin Agus Percepat Langkah Dekarbonisasi Industri

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan komitmennya dalam mempercepat proses dekarbonisasi sektor industri guna mendukung pencapaian target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2050. Langkah ini dinilai krusial mengingat sektor industri merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar di Tanah Air.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, dekarbonisasi tak hanya menjadi kewajiban untuk mengurangi emisi, tetapi juga membuka peluang besar bagi pertumbuhan industri nasional di masa depan.

“Dekarbonisasi membuka akses ke pasar yang lebih luas, terutama dari konsumen dan investor yang semakin mengutamakan aspek keberlanjutan. Data menunjukkan, sekitar 57 persen investor kini lebih tertarik pada investasi berkelanjutan,” ujar Agus dalam acara Mata Lokal Festival 2025 bertajuk Cutting Edge For Local Sustainability di Jakarta, Rabu (8/5/2025).

Strategi Kemenperin: Dari Peta Jalan hingga Sertifikasi

Sebagai upaya konkret, Kemenperin telah menyusun Strategi Dekarbonisasi Industri yang mencakup penyusunan peta jalan dekarbonisasi, implementasi mekanisme perdagangan karbon, serta kebijakan pengurangan emisi yang sesuai dengan target NZE 2050.

Langkah-langkah tersebut juga dibarengi dengan penerapan ekonomi sirkular, teknologi Carbon Capture and Utilization (CCU), dan pengembangan Standar Industri Hijau.

Agus mengungkapkan, saat ini terdapat sembilan sektor industri prioritas dalam program dekarbonisasi, antara lain industri semen, amonia, logam, pulp dan kertas, tekstil, kimia, keramik dan kaca, makanan dan minuman, serta transportasi.

Hingga akhir 2024, Kemenperin mencatat telah menerbitkan 149 Sertifikasi Standar Industri Hijau. Sertifikasi ini mencakup pengelolaan bahan baku, efisiensi energi, manajemen air, dan pengurangan limbah. Di samping itu, sebanyak 62 standar dan 46 regulasi telah ditetapkan sebagai panduan dalam menerapkan prinsip industri hijau di sektor manufaktur.

“Standar ini tidak hanya membantu menekan dampak lingkungan, tetapi juga mendorong efisiensi dan daya saing industri nasional,” kata Agus.

Dorong Investasi dan Insentif Melalui GISCO

Untuk memperkuat ekosistem industri hijau, Kemenperin juga tengah mengembangkan Green Industry Service Company (GISCO). GISCO diharapkan menjadi penghubung antara pelaku industri dengan penyedia pendanaan hijau (green financing), sehingga transformasi industri ke arah berkelanjutan dapat dilakukan tanpa membebani biaya operasional secara berlebihan.

“GISCO ini akan memfasilitasi investor, termasuk dari lembaga keuangan, untuk mendukung pendanaan proyek-proyek transformasi industri,” ujarnya.

Agus mengakui, biaya transformasi menuju industri hijau tidak kecil. Oleh karena itu, peran pemerintah menjadi penting untuk menciptakan skema pendanaan yang mendukung pelaku industri.

“Banyak pelaku usaha masih melihat transformasi ini sebagai beban biaya, bukan investasi. Ini tantangan klasik yang harus dipecahkan dengan kehadiran negara,” tambahnya.

Kawasan Industri Hijau dan Pilot Project Berwawasan Lingkungan

Selain langkah di tingkat perusahaan, Kemenperin juga mendorong pengembangan kawasan industri hijau menuju Smart-Eco Industrial Park—sebuah model kawasan industri generasi keempat yang mengutamakan efisiensi sumber daya dan pemanfaatan teknologi bersih.

Penerapan prinsip Resource Efficiency and Cleaner Production (RECP) menjadi bagian penting dalam skema ini. Hingga April 2025, tercatat enam kawasan industri yang ditetapkan sebagai proyek percontohan kawasan industri berwawasan lingkungan, yakni:

  • Kawasan Industri Medan
  • Batamindo Industrial Park
  • Kawasan Industri Krakatau
  • MM2100 Industrial Town, Bekasi
  • Karawang International Industrial City
  • Greenland International Industrial Center

Apresiasi Bagi Industri Hijau

Sebagai bentuk pengakuan atas kontribusi industri dalam transisi hijau, Kemenperin secara rutin memberikan Penghargaan Industri Hijau. Sejak 2010 hingga 2024, sebanyak 1.165 perusahaan telah menerima penghargaan ini.

Kategori penghargaan mencakup Kinerja Terbaik Industri Hijau, Transformasi Menuju Industri Hijau, Lembaga Sertifikasi, Auditor Industri Hijau, serta Pemerintah Daerah yang mendampingi industri di wilayahnya.

Harapan Kolaboratif Menuju 2050

Agus menegaskan, pencapaian target Net Zero Emission 2050 tidak dapat dicapai hanya oleh pemerintah atau pelaku industri semata. Ia berharap kolaborasi lintas sektor dapat diperkuat, termasuk peran media massa dalam menyebarluaskan semangat keberlanjutan.

“Kami berharap, langkah ini akan membuahkan kolaborasi yang lebih kuat antara pemerintah, industri, dan masyarakat dalam mendorong ekonomi berkelanjutan sekaligus menjaga bumi yang kita huni bersama,” pungkasnya.

Pengusaha Elektronik Desak Pemerintah Percepat Penerapan TKDN sebagai Respons Tarif Impor AS

Kebijakan perdagangan agresif yang diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali mengguncang pasar global. Salah satu kebijakan terbarunya adalah pemberlakuan tarif impor tinggi terhadap sejumlah negara yang memiliki defisit perdagangan dengan AS, termasuk Indonesia.

Indonesia terkena dampak dengan tarif impor baru yang mencapai 32 persen, menyusul defisit perdagangan Indonesia-AS yang tercatat sebesar USD14,34 miliar pada tahun 2024.

Menanggapi kebijakan tersebut, Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) mendorong pemerintah Indonesia untuk segera mengimplementasikan kebijakan pengamanan pasar domestik, terutama melalui percepatan kebijakan Non-Tariff Measure (NTM) atau Non-Tariff Barrier (NTB).

Sekretaris Jenderal Gabel, Daniel Suhardiman, menyampaikan bahwa pemerintah perlu segera merealisasikan revisi Permendag No 8 Tahun 2024, menerapkan kebijakan entry point pelabuhan, serta memperluas penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

“Kebijakan-kebijakan ini sangat krusial sebagai bentuk manajemen risiko. Tujuannya adalah menjaga pasar dalam negeri agar tidak dibanjiri produk impor, terutama dari negara yang kehilangan akses pasar akibat kebijakan bea masuk AS,” jelas Daniel dalam pernyataan resminya di Jakarta, akhir pekan lalu.

Indonesia Berisiko Jadi Sasaran Impor Global

Daniel menambahkan bahwa Indonesia dengan populasi besar dan daya beli yang tinggi akan menjadi target utama ekspor negara-negara yang terdampak oleh tarif impor AS.

“Kami khawatir jika tidak segera ada tindakan, pasar domestik akan dikuasai produk asing. Ini tidak hanya merugikan pelaku industri lokal, tapi juga berisiko terhadap kelangsungan ekspor Indonesia ke AS,” tambahnya.

Gabel juga menegaskan bahwa kebijakan TKDN yang selama ini sudah diterapkan harus tetap dipertahankan, bahkan diperkuat. Menurut Daniel, TKDN telah menjadi salah satu instrumen yang sangat efektif dalam meningkatkan permintaan terhadap produk dalam negeri, khususnya dari pengadaan barang pemerintah.

“TKDN memberi kepastian terhadap investasi serta menciptakan lapangan kerja yang luas. Jika kebijakan ini dilonggarkan, maka akan berdampak langsung terhadap penyerapan tenaga kerja dan kepercayaan investor terhadap Indonesia,” ungkapnya.

Dorongan untuk Sikap Tegas Pemerintah

Lebih jauh, Gabel mendorong agar Indonesia merespons kebijakan tarif AS dengan sikap yang tegas dan terukur, termasuk kemungkinan penerapan tarif balasan terhadap produk dari negara tersebut.

“Kami memahami bahwa kebijakan NTM dan NTB bukanlah balasan langsung terhadap tarif AS. Namun, ini adalah mekanisme sah yang digunakan oleh banyak negara untuk melindungi pasar dalam negeri,” ujar Daniel.

Menurutnya, kebijakan semacam ini tidak perlu menunggu tindakan dari negara lain, karena sudah menjadi praktik umum secara global dalam menjaga kepentingan industri nasional.

Bahkan secara satir, Daniel menyarankan agar Indonesia memberlakukan tarif 0 persen terhadap produk manufaktur asal AS.

“Daya saing produk manufaktur AS saat ini tidak jauh lebih baik dibandingkan produk dalam negeri maupun produk dari negara pesaingnya. Justru dengan tarif 0 persen, akan terlihat bahwa produk mereka tidak kompetitif,” tutupnya.

Kesimpulan

Dengan adanya tekanan eksternal berupa kebijakan tarif impor dari AS, pelaku industri elektronik dalam negeri mendesak pemerintah untuk mempercepat dan memperkuat kebijakan-kebijakan perlindungan industri nasional. Percepatan revisi regulasi, penguatan TKDN, dan penerapan NTM/NTB dinilai penting untuk menjaga keberlanjutan industri dan menghadapi gempuran produk impor akibat perang dagang global.

Kemenperin Dorong Branding IKM Kosmetik dan Obat Tradisional Lokal ke Pasar Global

Industri kosmetik dan obat tradisional di Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Didukung oleh kekayaan sumber daya alam dan tren global yang mengarah pada produk berbahan alami, sektor ini memiliki potensi besar untuk berkembang di pasar lokal maupun internasional.

“Pergeseran tren konsumen yang semakin mengutamakan produk berbasis herbal turut mendorong pertumbuhan industri kosmetik dan obat tradisional Indonesia,” ujar Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian, Reni Yanita, dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (23/3).

Sebagai bagian dari warisan budaya, pemanfaatan tanaman obat dan bahan alami dalam pengobatan tradisional telah lama berkembang di Indonesia. Oleh karena itu, Kemenperin terus berupaya meningkatkan daya saing IKM kosmetik dan obat tradisional melalui berbagai program pembinaan agar mereka mampu menguasai pasar domestik sekaligus menembus pasar global.

Pertumbuhan Positif dan Kontribusi IKM

Data Kemenperin menunjukkan bahwa kinerja industri kosmetik dan obat tradisional terus mengalami pertumbuhan. Pada periode Januari – November 2024, ekspor produk kosmetik mencapai USD 382,4 juta, sedangkan ekspor obat-obatan tradisional mencatat angka USD 6,3 juta.

“Berdasarkan data Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), lebih dari 85 persen industri kosmetik dan obat tradisional di Indonesia berasal dari sektor IKM. Kontribusi mereka dalam pertumbuhan industri ini patut diapresiasi,” kata Reni.

Lebih lanjut, industri kosmetik diperkirakan akan tumbuh dengan laju 4,3 persen per tahun (CAGR 2025-2030), sementara industri obat tradisional diproyeksikan meningkat sebesar 7,1 persen per tahun (CAGR 2024-2033).

Menurut Reni, faktor utama yang membedakan produk di pasar saat ini adalah kesadaran konsumen terhadap bahan yang aman, ramah lingkungan, dan memiliki manfaat kesehatan. Oleh karena itu, inovasi dalam pengembangan produk menjadi kunci bagi pelaku industri untuk meningkatkan daya saing mereka.

Strategi Branding dan Diferensiasi Produk

Untuk meningkatkan daya saing di pasar, Reni menekankan pentingnya strategi pemasaran dan branding yang jelas bagi IKM kosmetik dan obat tradisional.

“Produk kosmetik dan obat tradisional memiliki berbagai segmen pasar, mulai dari mass market, premium market, hingga niche market seperti produk halal, vegan, atau organik. Oleh karena itu, para pelaku IKM perlu melakukan riset pasar agar strategi pemasaran dan branding dapat lebih fokus dan efektif,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa branding yang kuat harus didukung oleh positioning dan diferensiasi yang jelas.

“Setiap brand harus mampu menunjukkan keunggulan mereka, baik dari segi inovasi formula, teknologi produksi, desain kemasan yang ramah lingkungan, maupun storytelling yang menarik. Ini akan membantu membangun kepercayaan konsumen dan membuat produk mereka menjadi pilihan utama di pasar,” tambahnya.

Upaya Kemenperin dalam Penguatan Branding IKM

Sebagai bagian dari upaya meningkatkan daya saing IKM kosmetik dan obat tradisional, Ditjen IKMA menyelenggarakan webinar bertajuk “Menentukan Target Pasar & Diferensiasi Produk” pada Jumat (14/3). Acara ini menghadirkan dua narasumber berpengalaman, yakni Henry Suhardja, pemilik brand wewangian “Follow Me”, serta Andreas, Brand Manager PT Sinde Budi Sentosa, produsen jamu tradisional.

Direktur IKM Kimia, Sandang, dan Kerajinan, Budi Setiawan, berharap webinar ini dapat membantu pelaku usaha dalam menentukan strategi pemasaran dan diferensiasi produk yang tepat.

“Kami ingin para peserta mendapatkan wawasan berharga dari para praktisi industri yang telah terbukti sukses di bidangnya,” ujarnya.

Lebih lanjut, Budi menyampaikan bahwa webinar ini merupakan bagian awal dari rangkaian program pengembangan IKM kosmetik dan obat tradisional yang akan berlangsung sepanjang tahun 2025. Webinar lanjutan dijadwalkan pada Juli dan November mendatang.

Menurutnya, pengembangan IKM kosmetik dan obat tradisional memerlukan dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah, industri, akademisi, maupun komunitas bisnis.

“Kami mengajak semua pihak untuk berkolaborasi. Para pelaku IKM juga harus terus berinovasi, meningkatkan kualitas produk, serta membangun brand yang kuat agar produk kosmetik dan obat tradisional Indonesia semakin dikenal di pasar global,” pungkasnya.

Pengusaha Keberatan, Larangan Operasional Truk saat Lebaran Berpotensi Rugikan Industri

Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berencana menerbitkan aturan pelarangan operasional angkutan barang atau truk selama masa mudik dan arus balik Lebaran 2025. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta kelancaran lalu lintas selama periode tersebut.

Namun, kebijakan ini menuai protes dari kalangan pengusaha. Bahkan, Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) berencana menggelar aksi mogok nasional sebagai bentuk penolakan.

Dampak Serius bagi Dunia Usaha

Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), Edy Suyanto, menilai kebijakan pelarangan operasional truk selama periode mudik dan balik Lebaran 2025 dapat berdampak negatif bagi industri.

“Kami melihat kebijakan ini sangat merugikan dunia usaha, terutama dalam proses produksi. Larangan ini akan mengganggu produktivitas dan efisiensi industri,” ujar Edy Suyanto di Jakarta (18/3).

Menurutnya, jika aturan ini diberlakukan dari 24 Maret hingga 7 April 2025—ditambah dengan rencana mogok massal pengusaha truk mulai 20 Maret 2025—maka industri terpaksa menghentikan produksi hingga 20 hari penuh.

“Artinya, kami terpaksa menutup pabrik selama 20 hari karena bahan baku tidak bisa dikirim. Jika produksi berhenti, nasib karyawan bagaimana? Haruskah mereka dirumahkan?” paparnya.

Asaki meminta pemerintah meninjau kembali kebijakan ini dan mencari solusi yang tidak merugikan dunia usaha. Ia mengusulkan agar pembatasan operasional truk tetap mengikuti pola tahun-tahun sebelumnya, yakni 4 hari sebelum dan 4 hari sesudah Lebaran, yang dinilai lebih realistis dan bisa dikelola oleh industri.

“Jika hanya 4 hari sebelum dan sesudah Lebaran, kami masih bisa mengatur strategi produksi. Tapi jika berlangsung hampir tiga minggu, ini sudah di luar kendali kami,” tegas Edy.

Industri Gelas Kaca Terancam Lumpuh

Senada dengan Asaki, Ketua Umum Asosiasi Produsen Gelas Kaca Indonesia (APGI), Henry Sutanto, juga menyampaikan kekhawatiran serupa. Menurutnya, pelarangan operasional truk dalam waktu lama akan sangat berdampak pada industri gelas kaca.

“Industri gelas kaca membutuhkan temperatur yang sangat tinggi. Jika produksi berhenti, kami butuh waktu 21 hari untuk memanaskan kembali tungku dari 0 hingga 1.600 derajat Celsius. Jadi, menghentikan produksi bukan pilihan yang mudah,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa mayoritas industri gelas di Indonesia menggunakan sistem Continuous Furnace, yang berarti pabrik tidak bisa berhenti beroperasi.

“Kami memproduksi minimal 100-200 ton gelas per hari, sementara untuk botol bisa lebih dari 200 ton per hari. Setiap mobil angkut membawa 30 ton, artinya kami butuh setidaknya 7 truk setiap hari. Kalau transportasi dilarang, bagaimana mungkin kami bisa berproduksi?” ungkapnya.

Harapan Pengusaha: Solusi yang Lebih Realistis

Henry berharap pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan, dapat mempertimbangkan solusi yang lebih baik agar industri tetap bisa berjalan tanpa mengganggu kelancaran arus mudik.

Para pengusaha menekankan bahwa meskipun memahami pentingnya pengaturan lalu lintas selama Lebaran, kebijakan ini harus dibuat dengan mempertimbangkan keberlanjutan industri dan ekonomi nasional.

Dengan adanya dialog antara pemerintah dan pelaku usaha, diharapkan kebijakan yang diambil dapat menjadi solusi win-win bagi semua pihak.

ExportHub.id Perkuat Kolaborasi dengan Kemenperin untuk Dorong IKM Indonesia Go Global

ExportHub.id semakin menunjukkan komitmennya dalam mempercepat ekspor produk UKM Indonesia ke pasar internasional. Dalam pertemuan strategis dengan Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian, Ir. Reni Yanita, M.Si., tim ExportHub.id membahas langkah konkret untuk mendorong pertumbuhan Industri Kecil dan Menengah (IKM) agar lebih kompetitif di kancah global.

Pertemuan ini dihadiri oleh Ahmad Soffian, CEO dan Co-Founder Sa’adah Global sekaligus Direktur AeXi, serta Divera Wicaksono, Direktur Business Development GeTI Incubator dan Direktur GaBI. Fokus utama diskusi adalah memperkuat sinergi antara IKM Go Ekspor, Alibaba, dan Global Business Matching, sehingga produk lokal Indonesia memiliki akses lebih luas ke pasar global.

Meningkatkan Daya Saing UKM dengan Ekosistem ExportHub.id

Sebagai bagian dari ekosistem ExportHub.id, Sa’adah Global memainkan peran strategis dalam mendukung sertifikasi dan pemasaran produk halal. Mengingat tingginya permintaan terhadap produk halal di Timur Tengah dan berbagai negara lain, kepemilikan sertifikasi halal menjadi faktor utama dalam menembus pasar ekspor.

“Tantangan utama bagi UKM saat ini bukan hanya soal kualitas produk, tetapi juga bagaimana memenuhi standar internasional, termasuk sertifikasi halal. Sa’adah Global hadir untuk membantu UKM dalam memperoleh sertifikasi serta memasarkan produk halal mereka, terutama untuk memasuki pasar Timur Tengah yang sangat potensial,” ujar Ahmad Soffian.

Dengan dukungan platform digital seperti Alibaba dan strategi Global Business Matching, UKM Indonesia kini memiliki kesempatan lebih besar untuk menjangkau jaringan bisnis internasional. Kolaborasi ini diharapkan mampu meningkatkan daya saing ekspor Indonesia dan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Digitalisasi UKM untuk Akselerasi Ekspor

Sebagai platform yang menghubungkan UKM dengan pasar internasional, ExportHub.id terus berinovasi dalam menyediakan akses dan fasilitas terbaik bagi pelaku usaha kecil. Melalui program IKM Go Ekspor, UKM mendapatkan berbagai keuntungan seperti pelatihan ekspor, akses ke marketplace global, serta peluang business matching dengan buyer potensial.

“Kolaborasi ini membuka peluang lebih besar bagi UKM untuk berkembang. Dengan integrasi digital dan jaringan global, ExportHub.id memastikan UKM Indonesia tidak hanya siap bersaing di pasar internasional, tetapi juga mampu bertahan dan berkembang secara berkelanjutan,” jelas Divera Wicaksono.

Masa Depan UKM Indonesia di Pasar Global

Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian terus mendorong digitalisasi dan ekspor UKM melalui berbagai kebijakan dan program strategis. Dengan sinergi antara sektor swasta dan pemerintah yang semakin kuat, diharapkan UKM Indonesia dapat lebih mudah memasuki pasar global dan meningkatkan kontribusi ekspor nasional.

“Kami sangat mengapresiasi inisiatif ExportHub.id dan Sa’adah Global dalam mendorong ekspor UKM Indonesia. Dengan kolaborasi ini, kami optimistis produk lokal kita bisa bersaing di pasar global, khususnya di negara-negara dengan permintaan tinggi terhadap produk halal,” ujar Ir. Reni Yanita, M.Si.

Amalia S. Prabowo, Komisaris Sa’adah Global, juga menegaskan pentingnya penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam upaya menjadikan Indonesia sebagai produsen produk halal dunia.

“Kunci utama percepatan Indonesia sebagai produsen produk halal dunia adalah mempersiapkan SDM yang kompeten, khususnya dalam bidang penyelia dan auditor halal. Kami di Sa’adah Global berkomitmen mendukung pengembangan SDM ini agar produk halal Indonesia dapat diterima dengan baik di pasar global,” ujarnya.

Sebagai bagian dari ekosistem ExportHub.id, Sa’adah Global akan terus mendukung UKM halal Indonesia untuk berkembang dan menembus pasar internasional. Dengan akses pasar yang semakin luas dan dukungan teknologi, kini saatnya UKM Indonesia membuktikan kualitasnya dan meraih sukses di kancah global.

Inovasi Returnable Plastic Box: Solusi Efektif Hemat Biaya Logistik Hingga 40%

Di tengah perkembangan teknologi global, industri manufaktur di Indonesia dan kawasan ASEAN masih menghadapi tantangan dalam transformasi digital. Banyak perusahaan masih mengandalkan proses manual, ragu untuk beralih ke teknologi baru karena tidak tahu harus memulai dari mana.

Melihat kondisi ini, tiga inovator muda—Yulius Hayden B, Harry Juanda, dan Jamsuri—melalui PT. GEMA ERA MITRA ANANTA menghadirkan solusi terintegrasi untuk mendukung era Industri 4.0. Dengan pengalaman luas di bidang manufaktur, desain sistem, kecerdasan buatan, dan analitik data, mereka menawarkan pendekatan inovatif yang disesuaikan dengan kebutuhan industri lokal.

Returnable Plastic Box: Transformasi Kemasan Berkelanjutan

Salah satu inovasi utama PT. GEMA ERA MITRA ANANTA adalah Returnable Plastic Box dengan teknologi Integrated Tracing berbasis RFID dan Circulation System berbasis cloud. Dibandingkan dengan kemasan sekali pakai, solusi ini menawarkan berbagai manfaat:

Pengurangan biaya logistik hingga 40%, yang bisa menghemat sekitar Rp1,7 miliar per tahun untuk pabrik skala menengah.
Daya tahan tinggi dengan umur pakai 3-5 tahun, lebih lama dibandingkan kemasan konvensional.
Pelacakan real-time, yang mengurangi kehilangan aset dari 15% menjadi hanya 0,5%.
Kontribusi terhadap keberlanjutan, dengan mengurangi limbah kemasan dan emisi karbon.

Penerapan solusi ini telah sukses di salah satu produsen sepeda motor terkemuka di Asia, yang bahkan mendapatkan penghargaan lingkungan berkat pengurangan limbah kemasan dan emisi karbon. Selain itu, perusahaan otomotif multinasional juga sedang melakukan uji coba untuk memperluas penggunaannya ke kawasan Asia Pasifik.

Untuk memastikan implementasi lebih mudah bagi pengusaha, PT. GEMA ERA MITRA ANANTA menawarkan model sewa pakai, sehingga tidak membutuhkan investasi besar di awal.

Autonomous Mobile Robots (AMRs): Otomatisasi Efisien

Dalam ekosistem logistik internal, PT. GEMA ERA MITRA ANANTA juga mengembangkan Autonomous Mobile Robots (AMRs) dan Smart AGV untuk meningkatkan efisiensi perpindahan barang:

🚀 Mengurangi waktu transfer barang dari rata-rata 45 menit menjadi 12 menit.
🚀 Hemat biaya tenaga kerja hingga Rp1,2 miliar per tahun.
🚀 Meningkatkan akurasi pengiriman dari 92% menjadi 99,8%.
🚀 Mudah diintegrasikan dengan sistem yang sudah ada tanpa mengganggu operasional.
🚀 Fleksibel untuk tata letak pabrik yang dinamis, mengurangi biaya rekonfigurasi hingga 78%.

Teknologi ini telah diadopsi oleh produsen komponen elektronik otomotif dan memberikan dampak signifikan dalam efisiensi produksi.

Sistem Manajemen Terintegrasi: Menuju Smart Factory

Untuk menyelaraskan operasional manufaktur, PT. GEMA ERA MITRA ANANTA menghadirkan Intelligent Factory Suite, yang mencakup:

📦 Warehouse Management System (WMS) dengan tingkat ketersediaan 99,97%, jauh di atas standar industri.
Enterprise Manufacturing Execution System (MES) yang meningkatkan efisiensi peralatan (OEE) hingga 85%.
📄 Digitalisasi operasional yang mengurangi paperwork hingga 76%.
🤖 Integrasi AI & Machine Learning yang mengoptimalkan proses produksi dengan potensi efisiensi senilai Rp3,4 miliar per pabrik.

Menurut CTO Yulius Hayden, sistem ini telah terbukti andal, beroperasi tanpa gangguan berarti selama lebih dari lima tahun di berbagai perusahaan manufaktur.

Strategi Implementasi Bertahap

Transformasi digital tidak bisa dilakukan secara instan. PT. GEMA ERA MITRA ANANTA menerapkan pendekatan bertahap agar perusahaan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan:

1. Assessment & Diagnosis

🔍 Evaluasi mendalam proses bisnis dan teknologi yang digunakan.
📊 Identifikasi area dengan potensi ROI tertinggi.

2. Implementasi Pilot

🛠 Penerapan solusi dalam skala kecil untuk uji coba.
📈 Pengukuran hasil awal dan penyesuaian berdasarkan umpan balik.

3. Implementasi Penuh & Skalabilitas

🔗 Integrasi sistem ke seluruh operasional.
👥 Pelatihan dan pendampingan tim internal.

4. Optimalisasi Berkelanjutan

📡 Analisis data untuk peningkatan performa.
🔄 Pengembangan teknologi tambahan sesuai kebutuhan industri.

Pendekatan ini telah memberikan ROI rata-rata 35% di tahun pertama, dengan peningkatan berkelanjutan di tahun-tahun berikutnya.

Dampak Nyata di Industri

Penerapan solusi PT. GEMA ERA MITRA ANANTA memberikan dampak besar bagi industri, termasuk:

🌍 Keberlanjutan Lingkungan
✅ Penurunan emisi karbon hingga 95% (dari 0,083 menjadi 0,003 TonCO2e/case).
✅ Pengurangan limbah kemasan sebesar 1.451 ton per tahun.
✅ Mengurangi penggunaan kayu dan kertas, setara dengan menyelamatkan 12.000+ pohon.

🏭 Efisiensi Operasional
📦 Biaya kemasan turun 45% di pasar ekspor.
🚀 Peningkatan kualitas pengiriman produk.
🗑 Penghematan biaya penanganan sampah industri.

Menurut seorang direktur operasional di industri F&B:

“PT. GEMA ERA MITRA ANANTA berbeda dari vendor multinasional karena mereka memahami kebutuhan lokal dan menawarkan solusi yang benar-benar cocok untuk kami.”

Mengelola Perubahan dan Adaptasi Teknologi

Perubahan teknologi sering kali mendapat resistensi dari karyawan. Untuk mengatasinya, PT. GEMA ERA MITRA ANANTA menerapkan:

👨‍🏫 Pelatihan dan Workshop Teknologi bagi semua level karyawan.
👥 Program “Tech Champions” untuk membimbing tenaga kerja dalam adaptasi teknologi.
🔄 Pendampingan intensif untuk transisi yang lebih mulus.

Pendekatan ini terbukti efektif, mengurangi resistensi dari 65% menjadi hanya 8% setelah implementasi.

Keunggulan Dibandingkan Vendor Global

🎯 Pemahaman Lokal: Solusi disesuaikan dengan infrastruktur dan kebutuhan industri di Indonesia & ASEAN.
💰 Biaya Implementasi 25-40% lebih rendah dibandingkan solusi global.
Waktu implementasi lebih cepat hingga 45%.

Ekspansi ke Industri F&B dan Farmasi

Untuk tahun 2025-2028, PT. GEMA ERA MITRA ANANTA menargetkan ekspansi ke sektor F&B dan farmasi, dengan inovasi seperti:

🍽 F&B: Teknologi pelacakan untuk keamanan pangan dan manajemen cold chain.
💊 Farmasi: Automasi untuk lingkungan steril dan pelacakan obat berbasis AI.

Menurut COO Jamsuri:

“Kami bukan hanya menjual teknologi, tetapi menghadirkan solusi transformatif yang membuat industri Indonesia lebih kompetitif di era global.”

Dengan inovasi dan strategi yang tepat, PT. GEMA ERA MITRA ANANTA membuktikan bahwa revolusi Industri 4.0 bukan sekadar teori, tetapi bisa diterapkan secara nyata di industri manufaktur Indonesia. 🚀