Berita & Informasi

Industri Manufaktur Tetap Tangguh di Tengah Dinamika Global

Sektor industri manufaktur menghadapi tantangan yang semakin kompleks akibat dinamika geopolitik global yang terus berubah. Perkembangan ini berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap industri dalam negeri dan perekonomian nasional secara keseluruhan.

Namun, di tengah tantangan tersebut, sektor industri pengolahan nonmigas tetap menunjukkan ketahanan yang solid. Pada tahun 2024, industri manufaktur Indonesia tumbuh sehat dengan kenaikan sebesar 4,75%.

Pada periode yang sama, ekonomi Indonesia mencatat pertumbuhan sebesar 5,03%, di mana sektor manufaktur memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan nasional, yakni sebesar 0,90%.

“Sekitar 20 persen dari total pertumbuhan ekonomi nasional berasal dari sektor manufaktur, menjadikannya sebagai pilar utama perekonomian setelah sektor perdagangan,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Kamis (20/2/2025).

Kontribusi industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga terus meningkat dari tahun ke tahun, yakni 18,34% pada 2022, 18,67% pada 2023, dan mencapai 18,98% pada 2024.

Ekspor dan Investasi Tetap Kuat

Dari sisi ekspor, sektor industri pengolahan nonmigas mencatatkan nilai sebesar USD196,54 miliar, menyumbang 74,3% dari total ekspor nasional. Sementara itu, sektor ini juga berperan besar dalam investasi nasional dengan realisasi mencapai Rp721,3 triliun atau 42,1% dari total investasi Indonesia pada tahun 2024.

Secara global, daya saing manufaktur Indonesia juga semakin kuat. Berdasarkan data World Bank, nilai Manufacturing Value Added (MVA) Indonesia pada 2023 mencapai USD255 miliar, menempatkan Indonesia di posisi ke-12 dalam daftar negara dengan industri manufaktur terbesar di dunia. Angka ini jauh melampaui negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand (USD128 miliar) dan Vietnam (USD102 miliar).

Dampak Positif terhadap Lapangan Kerja

Seiring dengan pertumbuhan industri manufaktur, jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor ini juga terus meningkat. Pada 2020, jumlah tenaga kerja industri pengolahan nonmigas tercatat sebanyak 17,43 juta orang, dan angka ini terus bertambah hingga mencapai 19,96 juta orang pada 2024.

Selain itu, optimisme pelaku industri juga tercermin dalam peningkatan indeks-indeks utama. Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur Indonesia mencapai angka 51,9, sementara Indeks Kepercayaan Industri (IKI) berada di level 53,1 pada Januari 2025. Keduanya menunjukkan ekspansi industri yang menjanjikan.

“Sektor manufaktur Indonesia menunjukkan tanda-tanda ekspansi yang kuat. Ini bukti bahwa kita berada di jalur yang tepat,” kata Menperin Agus.

Ia juga menepis anggapan bahwa industri nasional tengah mengalami deindustrialisasi.

“Indikator-indikator yang ada justru menunjukkan sebaliknya. Sektor industri kita masih terus tumbuh dan berkembang,” tegasnya.

Dukungan Kebijakan untuk Industri Manufaktur

Dalam menghadapi tantangan global dan domestik, Menperin Agus menekankan pentingnya regulasi yang mendukung pertumbuhan industri. Ia mendorong kementerian dan lembaga terkait untuk menerapkan kebijakan yang dapat memperkuat daya saing sektor manufaktur.

“Kita membutuhkan lingkungan bisnis yang kondusif agar industri nasional bisa semakin kuat dan berkembang secara progresif,” pungkasnya.

Kabupaten Kendal Catat Rekor Investasi Tertinggi di Jawa Tengah Berkat Kawasan Industri Kendal

Sepanjang tahun 2024, Kabupaten Kendal mencatat realisasi investasi tertinggi di Jawa Tengah dengan total mencapai Rp 14,2 triliun. Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jawa Tengah, total realisasi investasi di provinsi tersebut, yang mencakup Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), mencapai Rp 88,44 triliun.

Capaian ini semakin mengukuhkan posisi Kabupaten Kendal sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan investasi di Jawa Tengah.

Kawasan Industri Kendal, Magnet Investasi Utama

Keberadaan Kawasan Industri Kendal (KIK) menjadi faktor utama yang mendorong tingginya investasi di Kendal. Sejak ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) pada 2019, KIK telah menarik minat banyak investor dari dalam dan luar negeri.

Executive Director PT Kawasan Industri Kendal, Juliani Kusumaningrum, mengungkapkan bahwa sejak diresmikan pada 2016 hingga 2024, KEK Kendal telah mencatat total realisasi investasi sebesar Rp 142,96 triliun. Saat ini, terdapat 123 perusahaan yang beroperasi di kawasan tersebut, dengan potensi penyerapan tenaga kerja lebih dari 60.000 orang.

Menurut Juliani, keberhasilan KIK dalam menarik investasi tidak lepas dari dukungan infrastruktur yang memadai serta kebijakan perizinan yang ramah investor.

“Dengan aksesibilitas yang baik, termasuk konektivitas ke pelabuhan dan jalan tol, KEK Kendal menjadi salah satu lokasi strategis bagi pengembangan industri di Jawa Tengah,” ujar Juliani pada Kamis (13/2/2025).

Selain itu, status KEK memberikan berbagai insentif fiskal dan non-fiskal yang semakin meningkatkan daya tarik kawasan ini.

“Banyak kemudahan yang kami berikan kepada investor, baik dalam aspek regulasi, perpajakan, maupun kepastian hukum dan keamanan. Hal ini tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelaku usaha,” tambahnya.

Dampak Positif bagi Perekonomian Daerah

Dengan nilai investasi yang terus meningkat, KEK Kendal tidak hanya memberikan manfaat bagi sektor industri, tetapi juga berdampak positif terhadap perekonomian Kabupaten Kendal dan Jawa Tengah secara keseluruhan. Peningkatan investasi ini berkontribusi terhadap penciptaan lapangan kerja, peningkatan daya saing daerah, serta pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Industri Manufaktur Terus Tumbuh, Kokoh sebagai Tulang Punggung Ekonomi Nasional

Industri pengolahan nonmigas terus menunjukkan pertumbuhan positif, mencatatkan kenaikan sebesar 4,75 persen sepanjang tahun 2024, meningkat dibandingkan 4,69 persen pada 2023. Sektor manufaktur tetap menjadi kontributor utama terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, yang tercatat tumbuh 5,03 persen pada tahun lalu.

Pada triwulan IV 2024, industri pengolahan nonmigas tumbuh 4,89 persen, meningkat dari 4,84 persen pada triwulan sebelumnya dan lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2023 yang hanya mencapai 4,49 persen.

“Sektor manufaktur telah terbukti sebagai tulang punggung perekonomian nasional. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan strategis untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, daya saing, serta keberlanjutan industri,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (5/2/2025).

Sektor Andalan Pendorong Pertumbuhan

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), beberapa subsektor industri yang menopang pertumbuhan manufaktur tahun 2024 meliputi:

  • Industri logam dasar tumbuh 13,34 persen, didorong oleh peningkatan permintaan ekspor.
  • Industri makanan dan minuman mencatat pertumbuhan 5,90 persen, berkat tingginya permintaan domestik dan ekspor.
  • Industri barang logam, komputer, elektronik, optik, dan peralatan listrik mengalami kenaikan 6,16 persen, berkat meningkatnya ekspor produk logam, komponen elektronik, dan peralatan listrik.

Optimisme industri manufaktur juga tercermin dalam hasil laporan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur dan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang menunjukkan sektor ini masih dalam fase ekspansi.

“Para pelaku industri manufaktur tetap percaya diri menyongsong 2025, meskipun kondisi ekonomi dan politik global masih penuh ketidakpastian,” tambah Menperin Agus.

Kebijakan Pro-Bisnis dan Hilirisasi Industri

Presiden Prabowo Subianto berkomitmen untuk mendukung kebangkitan industri nasional melalui berbagai kebijakan pro-bisnis, seperti perpanjangan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk industri.

Selain itu, Kementerian Perindustrian menantikan pencabutan kebijakan relaksasi impor produk jadi. Langkah ini dinilai penting untuk melindungi pasar domestik, meningkatkan daya saing industri nasional, serta mendorong penggunaan produk dalam negeri.

“Dengan stimulus dan kebijakan yang mendukung sektor industri, kami optimistis target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen dapat tercapai,” imbuhnya.

Pemerintah juga terus mendorong hilirisasi industri sebagai bagian dari misi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Hilirisasi dinilai krusial untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam dalam negeri dan memperkuat industri berbasis komoditas lokal.

Ekspor dan Investasi Manufaktur Meningkat Signifikan

Sepanjang 2024, industri pengolahan nonmigas mencatat nilai ekspor sebesar USD 196,54 miliar, berkontribusi 74,25 persen terhadap total ekspor nasional yang mencapai USD 264,70 miliar. Nilai ekspor manufaktur ini meningkat 5,33 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Sementara itu, investasi di sektor manufaktur mencapai Rp 721,3 triliun pada 2024, menyumbang 42,1 persen dari total realisasi investasi nasional sebesar Rp 1.714,2 triliun. Angka ini melonjak dibandingkan 2023 yang hanya mencapai Rp 596,3 triliun, menjadikan manufaktur sebagai sektor dengan kontribusi investasi terbesar di Indonesia.

Dengan tren pertumbuhan positif ini, industri manufaktur diharapkan terus memperkuat peran strategisnya dalam perekonomian nasional, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan daya saing Indonesia di kancah global.

Pemerintah Siapkan Kawasan Industri untuk Tampung Relokasi Pabrik dari China

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah menyiapkan sejumlah kawasan industri guna menampung relokasi pabrik dari China ke Indonesia. Langkah ini dilakukan sebagai respons terhadap kebijakan Amerika Serikat (AS) yang mengenakan tarif bea masuk terhadap produk asal China.

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, mengungkapkan bahwa Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita telah menyiapkan beberapa kawasan industri yang dinilai cocok untuk menampung investasi dari perusahaan-perusahaan yang pindah dari China.

“Kami berharap nantinya ada insentif bagi industri asal China yang berencana relokasi ke Indonesia,” ujar Febri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (30/1/2025).

Dukungan Kebijakan untuk Menarik Investasi

Selain menyiapkan kawasan industri, pemerintah juga berupaya mengatasi tantangan investasi di Indonesia, salah satunya terkait tingginya Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang masih berada di atas 6 persen. ICOR yang tinggi menunjukkan bahwa investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi masih relatif besar.

Untuk mengurangi nilai ICOR dan meningkatkan daya tarik investasi, pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan, seperti:

  • Penghapusan libur pajak (tax holiday) untuk industri pionir
  • Pemotongan tarif Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 3 persen
  • Pemberian izin impor gas dari luar negeri untuk kawasan industri

Dampak Kebijakan Tarif AS terhadap Relokasi Industri

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana pengenaan tarif 10 persen pada impor barang dari China, efektif mulai 1 Februari 2025. Kebijakan ini berpotensi memperburuk ketegangan perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia tersebut.

Selain itu, Trump juga mengancam akan memberlakukan bea masuk 25 persen pada impor dari Kanada dan Meksiko. Langkah ini semakin mempertegas strategi proteksionisme AS yang dapat berdampak luas pada rantai pasok global.

Dengan kondisi ini, Indonesia berupaya memanfaatkan peluang dengan menarik investasi dari perusahaan yang mencari lokasi alternatif di luar China. Langkah strategis pemerintah dalam menyiapkan kawasan industri dan memberikan insentif investasi diharapkan dapat memperkuat daya saing Indonesia sebagai tujuan relokasi industri global.

Harga Kopi Meroket, Peluang Ekspor Makin Terbuka Lebar

Lonjakan harga biji kopi di pasar global membawa angin segar bagi eksportir kopi Indonesia. Para pelaku usaha berharap tren harga tinggi ini bertahan hingga musim panen yang diperkirakan dimulai pada pertengahan tahun 2025.

Berdasarkan data Trading Economics, harga biji kopi arabika mencapai US$ 3,79 per pon pada Senin (3/2) pukul 17.30 WIB. Secara tahunan (year on year/yoy), harga ini melonjak 99,73%. Dalam sebulan terakhir saja, kenaikannya mencapai 18,78% (month to month/mtm).

Faktor Pemicu Kenaikan Harga

Kenaikan harga kopi global dipicu oleh terbatasnya pasokan serta ketidakpastian panen di Brasil akibat cuaca buruk sepanjang 2024. Meskipun kondisi cuaca membaik pada Oktober 2024, produksi kopi Brasil belum sepenuhnya pulih. Bahkan, pemerintah Brasil memperkirakan produksi kopi turun 4,4% yoy menjadi 51,81 juta karung pada musim 2025/2026—level terendah dalam tiga tahun terakhir.

Dampak bagi Eksportir Kopi Indonesia

Ketua Departemen Specialty & Industri BPP Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI), Moelyono Soesilo, menyatakan bahwa meskipun harga kopi sedang tinggi, produsen kopi Indonesia yang berorientasi ekspor belum merasakan dampak signifikan. Ini karena musim panen baru dimulai pada April 2025.

“Saat ini masih off-season, jadi belum terlalu berdampak langsung bagi eksportir,” ujar Moelyono, Senin (3/2).

Namun, AEKI optimistis ekspor kopi Indonesia akan meningkat dari segi volume maupun nilai. Faktor utama yang mendorong optimisme ini adalah kondisi cuaca yang kembali normal di Indonesia pada 2024, yang diharapkan menghasilkan panen lebih baik pada pertengahan 2025.

“Ekspor kopi pada 2025 kemungkinan besar akan meningkat seiring pemulihan panen,” tambahnya.

Negara Tujuan Ekspor Kopi Indonesia

Tahun ini, ekspor kopi Indonesia masih berfokus pada pasar tradisional seperti Mesir, Malaysia, Jepang, Uni Emirat Arab, dan Amerika Serikat. Namun, para eksportir terus mencari peluang untuk memasuki pasar baru guna memperluas jangkauan ekspor.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa nilai ekspor kopi arabika (HS 09011120) tanpa dipanggang dan tidak dihilangkan kafeinnya meningkat 40,40% yoy menjadi US$ 463,75 juta per November 2024.

Di sisi lain, ekspor kopi robusta (HS 09011120) juga mengalami lonjakan signifikan, tumbuh 90,35% yoy menjadi US$ 977,88 juta pada periode yang sama.

Prospek Ekspor Kopi Indonesia ke Depan

Dengan harga kopi yang terus naik dan prospek panen yang lebih baik di tahun 2025, Indonesia memiliki peluang besar untuk meningkatkan ekspor kopi ke pasar global. Selain mempertahankan pasar tradisional, ekspansi ke negara-negara baru juga menjadi strategi utama bagi para eksportir guna memaksimalkan keuntungan dari tren positif harga kopi dunia.

Indonesia Siap Menjadi Pemimpin Industri Pulp dan Kertas Dunia

Sebagai salah satu industri prioritas nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035, sektor pulp dan kertas Indonesia terus menunjukkan kontribusi signifikan terhadap perekonomian.

Pada tahun 2023, ekspor sektor ini mencapai angka USD 8,37 miliar, menyumbang 4,03% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri pengolahan nonmigas. Selain itu, industri pulp dan kertas menjadi sumber penghidupan bagi lebih dari 275 ribu tenaga kerja langsung dan 1,2 juta tenaga kerja tidak langsung.

Keunggulan Komparatif yang Dimiliki Indonesia

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika, menyebutkan bahwa industri pulp dan kertas Indonesia memiliki keunggulan komparatif berupa ketersediaan bahan baku kayu dari Hutan Tanaman Industri (HTI) yang tumbuh lebih cepat dibandingkan negara-negara lain.

“Dulu, negara-negara NORSCAN (North America and Scandinavia) mendominasi pasar pulp dan kertas dunia. Namun kini, pergeseran besar terjadi ke Asia, khususnya Indonesia dan Asia Timur. Ini peluang emas bagi Indonesia untuk menjadi pemimpin global di sektor ini,” ujar Putu.

Peluang Pasar yang Masih Terbuka Lebar

Saat ini, konsumsi kertas per kapita di Indonesia baru mencapai 32 kg per tahun, yang menunjukkan masih besarnya potensi pasar domestik. Selain itu, tren green lifestyle yang semakin meluas memberikan peluang baru bagi kertas sebagai material kemasan ramah lingkungan untuk menggantikan plastik.

Kondisi ini tidak hanya membuka pasar domestik, tetapi juga memperbesar peluang ekspor ke pasar global yang semakin peduli terhadap keberlanjutan lingkungan.

Kapasitas Produksi yang Terus Meningkat

Industri pulp dan kertas Indonesia mencatatkan peningkatan signifikan dalam kapasitas produksinya. Jumlah unit usaha meningkat dari 103 pada tahun 2021 menjadi 113 pada tahun 2024. Kapasitas produksi pulp bertambah dari 10 juta ton menjadi 12,3 juta ton per tahun, sementara kapasitas produksi kertas meningkat dari 18,2 juta ton menjadi 20,86 juta ton per tahun dalam periode yang sama.

Indonesia kini menempati peringkat ke-7 dunia dalam industri pulp dan peringkat ke-6 dunia dalam industri kertas, menunjukkan potensi besar untuk menjadi pemain utama di pasar global.

Tantangan yang Harus Diatasi

Meskipun pertumbuhan industri ini cukup pesat, masih terdapat tantangan yang perlu diatasi, antara lain:

  1. Ketersediaan Bahan Baku Kertas Daur Ulang (KDU):
    Ketersediaan bahan baku KDU domestik belum mencukupi kebutuhan industri, sementara kualitas bahan impor harus ditingkatkan untuk mengurangi impuritas.
  2. Kebijakan Internasional:
    Regulasi seperti European Union Waste Shipment Regulation (EUWSR) yang membatasi impor KDU dari Uni Eropa dan kebijakan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) dapat memengaruhi daya saing produk kertas Indonesia di pasar global.
  3. Kemitraan Regional dan Global:
    Kerja sama seperti Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dapat membawa dampak pada pasar domestik jika tidak dikelola dengan baik.

Strategi Menghadapi Tantangan

Untuk menjawab tantangan tersebut, Kementerian Perindustrian telah merumuskan berbagai langkah strategis, antara lain:

  • Penguatan tata kelola bahan baku KDU dari dalam negeri maupun impor.
  • Penerapan ekonomi sirkular dan keberlanjutan melalui peningkatan tingkat recovery KDU dalam negeri.
  • Transfer teknologi untuk meningkatkan daya saing produk lokal.
  • Ekspansi pasar ekspor dengan penguatan perjanjian kerja sama internasional.

Putu juga menyampaikan bahwa pembinaan standar spesifikasi KDU sebagai bahan baku industri, benchmarking teknologi untuk mengelola impuritas, dan penyusunan rencana kebutuhan industri KDU menjadi bagian penting dalam mendukung keberlanjutan sektor ini.

Menuju Kepemimpinan Global

Dengan kombinasi keunggulan komparatif, peningkatan kapasitas produksi, dan strategi untuk menghadapi tantangan, Indonesia berada di jalur yang tepat untuk menjadi pemimpin industri pulp dan kertas dunia.

“Indonesia memiliki peluang besar untuk memanfaatkan tren global menuju keberlanjutan lingkungan. Dengan dukungan kebijakan dan inovasi teknologi, kita dapat menjadikan industri pulp dan kertas sebagai salah satu tulang punggung ekonomi nasional sekaligus pemimpin di pasar internasional,” tutup Putu.